TRANSFORMASI
BUDAYA MELALUI REVITALISASI BAHASA DAERAH
Novi Kurniawati
11110241030
Kebijakan Pendidikan- FIP UNY
Nopik07@yahoo.com
ABSTRAK
Transformasi budaya merupakan proses pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang
lain. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia, dalam proses
transformasinya perlu adanya revitalisasi bahasa daerah mengingat mulai
tergesernya bahasa daerah akibat dari adanya arus globalisasi yang semakin
pesat menuntut kita untuk menguasai bahasa nasional (bahasa Indonesia) dan
bahasa asing sabagai bahasa internasional.
Revitalisasi
bahasa dimaknai sebagai upaya untuk menciptakan fungsi
dan bentuk baru terhadap suatu bahasa
yang terancam punah. Bahasa daerah dikatakan sabagai jembatan antargenerasi
dimana jika seseorang berbicara menggunakan bahasa daerah berarti ia menggunakan
bahasa dari orang tua ataupun para leluhurnya tanpa melepaskan diri dari
tuntutan kebahasaan masa kini. Tak dapat dipungkiri jika seseorang lebih mudah
mengenal kehidupan generasi-generasi sebelumnya dalam suatu suku bangsa jika ia
dapat berbicara menggunakan bahasa daerah (bahasa warisan). bahasa daerah menjadi kunci utama untuk memahami masa lalu,
yang akan mengantar kita ke masa sekarang dan masa yang akan datang. Tetapi yang
perlu digaris bawahi apakah kita sebagai generasi masa kini sanggup untuk
mengantarkan bahasa daerah ke masa
depan? Hal itu adalah tugas dan tanggung jawab kita sebagai penutur
(asli) agar mampu menjaga, mempelihara dan mempertahankan eksistensi bahasa
daerah.
Kata Kunci: Transformasi budaya,
Revitalisasi Bahasa, dan Bahasa Daerah
A.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan
salah satu negera yang kaya akan keberagaman kebudayaan dan perbedaan, hal ini
didukung dengan kenyataan sosial yang dimiliki Indonesia yaitu budaya yang
beranekaragam dengan banyaknya suku bangsa dengan kebudayaanya masing-masing
merupakan kekayaan yang sangat berharga dalam pembentukan bangsa yang multikultural
yang harus dipelihara, dipertahankan dan dilestarikan. Indonesia adalah negara
yang heterogen, pluralis dan multidimensi dimana dilihat dari segi geografis,
demografis, dan kultural menjadikan bangsa Indonesia adalah bangsa yang
multietnis, multiras, multicultural dan adat, multi domisili, multi agama dam
multi bahasa.(Teachingofhistory.blogspot.com.2011).
Sebagai identitas suatu suku bangsa, bangsa Indonesia menggunakan bahasa ibu
dengan berbagai ragam bahasa, logat dan dialek masing-masing daerah.
Dalam Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009, mendefenisikan bahwa bahasa
daerah merupakan bahasa yang digunakan secara turun temurun oleh warga negara
Indonesia di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahasa daerah merupakan salah
satu pelestari budaya dan tiang-tiang penopang kebudayaan Indonesia, yang mana
dalam bahasa terkandung nilai-nilai dan karakter kebudayaan dari suatu daerah.
Dalam konteks lokal, bahasa daerah
menjadi sarana yang digunakan untuk melestarikan kebudayaan di suatu daerah. Sedangkan dalam
konteks ilmu dan peradaban, bahasa daerah merupakan kekayaan ilmu dan
keberagaman peradaban yang harus dijaga, dipelihara dan dilestarikan.
Pada 2008 jumlah bahasa di dunia 6.912. Dari sejumlah itu,
Indonesia menduduki peringkat kedua (741 bahasa) setelah Papua New Guinea (820
bahasa). Sebagian besar dari 741 bahasa itu adalah bahasa daerah dan yang
paling banyak penuturnya adalah bahasa Jawa. Dalam Summer Institute of
Linguistics 2006 disebutkan tentang peringkat bahasa dengan jumlah penutur
terbanyak di Indonesia. Peringkat tersebut menunjukkan bahasa Jawa 75,6 juta
penutur, bahasa Sunda 27 juta penutur, bahasa Indonesia 17,1 juta penutur (140
juta penutur sebagai bahasa kedua), bahasa Madura 13,7 juta penutur, bahasa
Minangkabau 6,5 juta penutur, bahasa Batak 6,2 juta penutur, bahasa Bali 3,8
juta penutur, bahasa Bugis kurang dari 4 juta penutur, bahasa Aceh 3 juta
penutur, bahasa Betawi/Kreol 2,7 juta penutur, bahasa Sasak 2,1 juta penutur,
bahasa Makassar 2 juta penutur, bahasa Lampung kurang dari 1,5 juta penutur dan
bahasa Rejang kurang dari 1 juta penutur. Bahasa Jawa memang paling banyak
penuturnya karena masyarakat Indonesia kebanyakan suku Jawa. Bahkan, di
Suriname, bahasa Jawa masih tetap digunakan. (www.solopos.com, 2012)
Untuk mempertahankan eksistensi bahasa daerah
perlu adanya Revitalisasi bahasa. Revitalisasi bahasa sendiri dimaknai sebagai
upaya menciptakan bentuk dan fungsi baru tertentu terhadap suatu bahasa yang
terancam punah. Hal ini bertujuan agar penggunaan bahasa tersebut meningkat,
bahkan pengguna bahasa pun bertambah. Revitalisasi bahasa meliputi, tidak hanya
upaya memperluas sistem linguistik dari suatu bahasa minoritas, tapi juga
menciptakan ranah baru dalam penggunaannya oleh tipe penutur yang baru pula
karena, menurut banyak ahli, hilangnya ratusan bahkan ribuan bahasa merupakan
suatu bencana intelektual (King, 2001:5–9).
Dari latar belakang diatas, dapat diperoleh rumusan masalah
antara lain: bagaimana
eksistensi bahasa daerah ditengah-tengah arus globalisasi yang semakin pesat?
Apa saja faktor yang menghambat perkembangan bahasa daerah di Indonesia? Apa
saja yang harus dilakukan untuk mempertahankan/revitalisasi bahasa daerah?
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diperoleh tujuan
sebagai berikut : untuk mengetahui eksistensi bahasa daerah ditengah-tengah
arus globalisasi yang semkin pesat, untuk mengetahui faktor yang menghambat
perkembangan bahasa daerah di Indonesia, untuk mengetahui upaya-upaya untuk
mempertahankan bahasa/revitalisasi bahasa daerah di Indonesia.
B.
PEMBAHASAN
Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang ada pada semua lapisan
masyarakat diseluruh dunia. Bahasa mengambil peranan yang sangat penting karena fungsinya sebagai
alat komunikasi.. Sebagai produk budaya, bahasa dituntut untuk selalu dinamis
sesuai dengan perkembangan kebudayaan yang ada pada masyarakat. Bangsa Indonesia
terdiri dari bermacam-macam suku dan etnis. Di setiap kelompok etnis memilki
bahasa yang berbeda-beda yang digunakan sebagai alat komunikasi . bahasa
memegang peranan yang cukup penting, dengan bahasa dapat terjalin interaksi
dalam masyarakat ataupun kelompok walaupun terdiri dari beberapa etnis yang
berbeda-beda. Perencanaan bahasa daerah tidak bisa dipisahkan dari pengolahan
bahasa nasional, karena politik bahasa nasional dijadikan sumber dasar
pengarahan bagi pengelolaan bahasa daerah.
Dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 dikatakan: “bahasa daerah
merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup; bahasa daerah adalah
salah satu unsur kebudayaan nasional yang dilindung negara”. Untuk
mempertahankan eksistensi diperlukan berbagai upaya untuk mentransformasikan
bahasa daerah dalam kehidupan bermasyarakat. Perlu adanya transformasi budaya
melalui revitalisasi bahasa dengan cara melestarikan, menjaga bahasa daerah.
Dalam era Globalisasi keberadaan bahasa daerah menghadapi
situasi yang mengkhawatirkan. Bahasa daerah mulai ditinggalkan penuturnya dalam
pergaulan atau kegiatan antarmanusia karena dominannya bahasa asing yang
menguasai berbagai bidang. Keadaan itu banyak dirasakan oleh pengguna bahasa
daerah yang, antara lain, menyadari bahwa bahasa daerahnya kehilangan otoritas
publiknya dan menjadi teks yang terkesan eksklusif. (badanbahasa.kemdikbud.go.Id,
2010)
Dalam perkembangannya bahasa daerah mulai tergeser dengan
bahasa persatuan/nasional “bahasa Indonesia “ dan bahasa asing sebagai bahasa
internasional. Secara perlahan warga Indonesia yang lahir tahun 1950-an lebih fasih menggunakan bahasa Indonesia, dan
pemakaian bahasa daerah pun semakin berkurang. Sampai saat ini belum diketahui berapa banyak
jumlah bahasa yang musnah/ mati karena memang penggunanya sudah tidak ada lagi atau
memang terpinggirkan oleh bahasa resmi negara ” bahasa indonesia” atau bahasa
asing.
Data UNESCO memaparkan terdapat
12 bahasa daerah di Indonesia yang telah punah yakni Hukumina, Kayeli, Liliali,
Mapia, Moksela, Naka’ela, Nila, Palumata, Piru, Tandia, Te’un, Tobada’. Jumlah
ini diyakini lebih sedikit dari yang sebenarnya karena ada banyak bahasa daerah
yang tidak terdokumentasikan. Di samping bahasa-bahasa daerah yang sudah punah,
tak kurang ada 47 bahasa daerah di Indonesia yang terancam punah dengan jumlah
penutur hanya tersisa 1-100 orang. Bahasa Ibu yang merupakan
bahasa lokal Maluku Utara hanya menyisakan 10 penutur di tahun 1997 dan kini
patut diduga sudah punah. Sementara Bahasa Longiku (Kalimantan) diketahui hanya
memiliki 4 penutur di tahun 2000, Bahasa Lom (Sumatera) menyisakan 10 orang
penutur pada tahun 2000. Di Sulawesi bahasa Budong-Budong hanya tinggal
dituturkan oleh 50 orang. Sementara bahasa Nusa Laut pada tahun 1987 penuturnya
tinggal berjumlah 10 orang. Di Papua Bahasa Mansim atau Borai menyisakan 5 penutur
di tahun 2007. Bahasa Dusner diketahui hanya memiliki penutur berjumlah
20 orang di tahun 2000.(bahasa.kompasiana.com, 2011)
Berdasarkan data diatas 47 bahasa daerah di Indonesia terancam mengalami
kepunahan, hal ini disebabkan karena bebrapa faktor salah satunya adalah
pengaruh globalisasi. Memang bukan hanya di Indonesia saja yang mengalami
kehilangan bahasa daerah hal serupa juga
dialami oleh bangsa-bangsa lain, tapi di Indonesia dari setiap bahasa yang punah bukan hanya akan kehilangan
suara indahnya namun Indonesia akan mengalami kehilangan dan kerugian yang
sangat besar karena suara-suara itu turut membawa musnah segala warisan budaya,
nilai-nilai moral, kemanusian dan ilmu pengetahuan. Hilangnya bahasa
daerah tak hanya akan membuat Indonesia kehilangan cerita tentang asal-usulnya
namun juga akan membuat manusia selaku penutur asli kehilangan jati dirinya.
FAKTOR YANG
MENYEBABKAN PUNAHNYA BAHASA DAERAH
Teori evolusi mengenai seleksi alam yang
akan menimpa makhluk
hidup, kini mungkin terjadi pula pada bahasa. Terlepas dari kontroversi teori
yang dikemukakan Charles Darwin (12 Februari 1809-19 April 1882) itu, sejumlah
bahasa di dunia terancam punah. Kekhawatiran itu sudah menyeruak dengan mulai
berkurang bahkan hilangnya penutur beberapa bahasa ibu atau bahasa daerah. (pustakabahasa.wordpress.com/2009).
Berikut adalah
beberapa faktor yang menyebabkan punahnya bahasa daerah, yaitu:
a.
Salah satu penyebab punahnya bahasa daerah di Indonesia,
ternyata adalah bahasa nasional “ bahasa Indonesia” itu sendiri, bahasa
persatuan yang didengungkan pada Sumpah Pemuda tahun 1928 secara tidak langsung
menjadi ancaman serius bagi perkembangan bahasa daerah karena penutur bahasa
daerah menjadi engagan untuk mengajarkan bahasa daerah kepada keturunannya
b.
Kurangnya
sumber daya manusia (SDM) yang benar-benar terampil dalam berbahasa dan mau berdedikasi tinggi dalam bahasa daerah,
serta adanya pergesaran nilai-nilai budaya di masyarakat sehingga menyebabkam kurang/tidak
memiliki kebanggaan untuk mencintai bahasa daerahnya sendiri.
c.
Para orang tua enggan mengajarkan bahasa ibu kepada anak.
Melainkan para orang tua saat ini lebih terbiasa berkomunikasi dengan anak-
anaknya menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi, seharusnya para orang tua
mengajarkan bahasa daerah kepada anak- anak mereka agar nantinya bahasa daerah
yang mereka miliki dari orang tua atau para leluhurnya tidak punah. Di era
globalisasi seperti sekarang ini bisa dilihat fenomena di masyarakat Indonesia
dimana penggunaan bahasa daerah semakin berkurang dan tergantikan oleh bahasa
Indonesia dan bahasa asing.
d.
Lemahnya dokumentasi bahasa dan karya sastra bahasa, menjadi
salah satu yang memicu pudarnya penggunaan dan pengenalan bahasa ke
generasi-generasi berikutnya. Tanpa masyarakat sadari, kepedulian mereka untuk
melestarikan bahasa daerah sangatlah rendah karena bahasa daerah sering dianggap tidak penting dalam kegiatan
komunikasi, politik, maupun pendidikan. Lingkungan juga akan berpengaruh,
karena dimana kita bersosialisasi dengan orang, kita hanya menggunakan bahasa
Indonesia untuk berkomunikasi tidak menggunakan bahasa daerah.
e.
Urbanisasi juga menjadi masalah yang terkait dengan usaha
pelestarian bahasa daerah. Dimana sesorang melakukan perpindahan penduduk dari
desa kekota. Tidak bisa dipungkiri wilayah perkotaan memiliki hubungan-hubungan
sosial yang semakin kompleks. Semua kemajemukan ada di kota. Karena itu, untuk
mempertahankan bahasa daerah sebagai bahasa pertama di kota akan menemui
kesulitan yang luar biasa.
f.
Praktek kolonialisme dan serbuan bahasa asing,
khususnya Bahasa Inggris, bahasa korea ataupun bahasa mandaring yang semakin ngtrend. Penggunaan bahasa Inggris
sekarang ini sudah menjadi semacam trend di kalangan penduduk Indonesia,
khususnya pada generasi muda. Kebanyakan orang tua lebih senang mengajarkan
anak-anak mereka Bahasa Inggris dari pada Bahasa Daerahnya.
g.
Anggapan jika Bahasa Daerah itu kuno, Berkurangnya
penutur bahasa daerah di Indonesia juga tidak lepas dari stigma yang melekat
kepadanya. Banyak yang menganggap bahasa daerah itu kuno, bahasa yang hanya
dipakai oleh orang miskin dan tidak berpendidikan dan sesuatu yang menjadi halangan
untuk berhasil dalam hidup.
REVITALISASI BAHASA DAERAH
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan
kembali suatu hal yang sebelumnya kurang berdaya. Jadi, pengertian revitalisasi
ini secara umum adalah usaha- usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi
penting dan perlu sekali. Berbicara tentang revitalisasi bahasa tidak lepas
dari konteks konsep/pembicaraan kekhawatiran tentang pergeseran bahasa(language change), peralihan bahasa (language shift), dan kematian bahasa (language death). (mevurutoo.blogspot.com,
2013)
a.
Pergeseran bahasa(language
change)
Pergeseran bahasa, didefinisikan oleh
Weinreich (1953: 68) sebagai penggantian suatu bahasa oleh bahasa lain secara
berangsur-angsur, karena akibat dari kontak bahasa dalam situasi imigrasi.
Salah satu Pendorong pergeseran bahasa adalah kedwibahasaan masyarakat. Namun bukanlah satu-satunya kondisi bagi
pergeseran. Hampir kasus pergeseran bahasa terjadi melalui alih generasi,
jarang terjadi sejumlah besar individu dalam suatu masyarakat menanggalkan
bahasa & mengganti dengan bahasa lain dalam kurun hidupnya. Beberapa faktor
pendorong lain adalah 1) Migrasi, pertama kelompok-kelompok kecil bermigrasi ke
daerah atau negara lain yang tentu saja menyebabkan bahasa mereka tidak
berfungsi di daerah baru. Kedua, gelombang besar penutur bahasa berimigrasi
membanjiri sebuah wilayah kecil dengan sedikit penduduk, menyebabkan penduduk
setempat terpecah bahasanya tergeser. 2) Ekonomi, salah satu faktornya adalah
industrialisasi. Kemajuan ekonomi kadang-kadang mengangkat posisi sebuah bahasa
menjadi bahasa yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. 3) Sekolah, karena sekolah
biasa mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak, kemudian menjadi dwibahasawan.
Padahal kedwibahasaan mengandung resiko bergesernya salah satu bahasa. (ozzi99oke.blogspot.com/2011)
b.
Peralihan bahasa (Languange shift)
Peralihan bahasa pada tahap individu terjadi disebabkan apabila seseorang
menetap atau berhijrah ke suatu daerah. seseorang harus menyesuaikan dengan
menguasai bahasa yang dominan di daerah
tersebut agar mampu berinteraksi baik dengan masyarakat sekitar. Jika individu
tersebut tidak menuturkan bahasa asalnya dalam jangka waktu yang lama, dan
akhirnya dapat menyebabkan kemusnahan bahasa asalnya.
c.
Kematian bahasa (language
death)
Kematian bahasa daerah terjadi jika
bahasa tersebut sudah tidak ada lagi penuturnya. Ini bisa karena penuturnya
sudah mati semua, atau mungkin karena terjadinya bencana alam disuatu daerah,
atau secara alamiah penutur terakhir mati. Kematian sebuah bahasa tidak terjadi
begitu saja, namun melalui proses yang cukup lama. Sebelum sebuah bahasa
berangsur-angsur punah/musnah, terdapat proses pergeseran bahasa yang
penyebabnya adalah berubahnya fungsi bahasa di suatu daerah yang diambil alih
oleh bahasa lain, hal ini terjadi biasanya terhadap bahasa minoritas terhadap
bahasa mayoritas, dimana bahasa mayoritas mengambil alih fungsi bahasa
minoritas, sehingga hal ini tidak dapat terelakkan adalah terjadinya perpindahan
bahasa yang berakhir pada kepunahan/kemusnahan bahasa.
UPAYA UNTUK
MEMPERTAHANKAN BAHASA DAERAH
Bahasa-bahasa daerah
semakin merosot peran dan fungsinya. Bahasa daerah cenderung menghilang
eksistensinya, sementara itu, keberadaan bahasa inggris dan bahasa asing
lainnya, menjadi semakin kuat perannya seiring perkembangan arus globalisasi.
Bahasa Indonesia kini juga berkembang semakin pesat, dimana bahasa Indonesia
saat ini mulai digemari oleh masyarakat dari negara tetangga. Yang menjadi
permasalahan adalah bagaiman upaya yang harus dilakukan untuk mempertahankan
bahasa daerah.(R. Kunjana Rahardi, 2006:150)
Secara umum dikatakan
bahwa upaya untuk melestarikan dan mengembangkan bahasa daerah didorong oleh
kesadaran masyarakat di daerahnya masing-masing untuk mempertahankan,
melestarikan, dan mengembangkan bahasa daerahnya. Usaha tersebut dapat
dilakukan secara individu maupun kelompok. Berikut adalah upaya-upaya yang
dilakukan untuk mempertahankan bahasa daerah agar mampu berdampingan dengan
bahasa nasionala maupun bahasa asing, yakni:
Ø
Kebijakan
dari pemerintah mengenai revitalisasi bahasa
Sebagai penganut kebhinekaan
akhirnya pemerintah Indonesia memahami perbedaan. Dibuktikan dengan UUD 1945
dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia yang tentunya dengan target
penggunanya. Berbagai upaya dilakukan pemerintah, disatu sisi pemerintah
Indonesia ingin mencoba untuk melestarikan dan mempertahankan identitas local
dan disisi lain pemerintah mencoba untuk mengakomodir globalisasi. Sebagaimana
orang tua mengajarkan dwi bahasa pada anak-anaknya saat ini. Hal ini diharapkan
agar anaknya dapat berkompetisi dengan persaingan, khususnya diluar negeri,
dengan catatan tidak meninggalkan identitas nasionalisme bangsanya.
Dalam Undang-undang
tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, pasal 42,
ayat (1) dinyatakan bahwa “ pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan
melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya
dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap
menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia”.
Perlu adanya peraturan daerah (perda) yang mengatur
keberadaan, kelestarian, serta pengembangan bahasa daerah tidak selalu
berbanding lurus dengan upaya pelestarian dan pengembangan bahasa daerah. Pada tataran kebijakan makro, sudah terbit tiga peraturan
daerah (Perda), yaitu (1) Perda Nomor 5 Tahun 2003 tentang pemeliharaan bahasa,
sastra dan aksara daerah, (2) Perda Nomor 6 Tahun 2003 tentang pemeliharaan
kesenian, dan (3) Perda Nomor 7 Tahun 2003 tentang pengelolaan kepurbakalaan,
kesejarahan, nilai tradisional dan museum. Contoh mengenai usaha pelestarian dan pengembangan bahasa
daerah oleh masyarakat tampak di D.I. Yogyakarta. Di Kotamadya Yogyakarta telah
mencapai kesepakatan antar berbagai instansi untuk memasyarakatkan penggunaan
huruf jawa di kotamadya Yogyakarta. Yang Nampak menonjol dari hasil
tersebut kesepakatan itu adalah
penulisan nama jalan dengan menggunakan dua macam huruf : huruf latin ditulis
diatas dan huruf jawa ditulis
dibawahnya.(bbronda.blogspot.com, 2009).
Ø
Revitalisasi
bahasa dalam bidang pendidikan
Revitalisasi bahasa dalam bidang pendidikan dengan cara menjadikan bahasa
daerah sebagai mata pelajaran wajib di berbagai jenjang pendidikan, bukan
semata-semata hanya mata pelajaran muatan lokal. membentuk jurusan atau jika
memungkinkan perlu
dibentuknya fakultas di perguruan tinggi yang khusus membidangi
bahasa daerah. Sehingga
lulusan-lulusan nantinya dari jurusan ini akan diterjunkan ke
sekolah, media massa baik cetak maupun elektronik yang memiliki program atau
jam tayang yang menggunakan bahasa daerah sebagai perantara dan tentunya
diimbangi dengan insentif yang layak.
Sekolah juga harus berperan sebagai pusat budaya karena hampir
pemerintah bekerja sama dengan masyarakat mendirikan pusat studi bahasa dan
budaya daerah. Pusat ini penting untuk melakukan kajian-kajian yang
interdisipliner seputar bahasa dan budaya daerah. Selain itu, pusat ini dapat
melakukan pertemuan-pertemuan ilmiah, seperti konferensi, kongres, dan diskusi
lainnya dan menghasilkan karya-karya untuk dipromosikan baik dalam negeri
maupun luar negeri. Pemikiran para pakar bahasa dan budaya yang dihasilkan
dapat dijadikan referensi bagi pemerintah dalam membuat kebijakan.
Ø
Menumbuhkan rasa cinta pada bahasa daerah
Rasa bangga terhadap identitas serta bahasa asal merupakan faktor
penting yang dapat mempertahankan bahasa itu. Seseorang atau golongan yang
kurang perduli terhadap identitas serta bahasa mereka dapat menyebabkan
peralihan-kehilangan-kemusnahan bahasa. Untuk menunjukkan kebanggaan, kita
harus memiliki kemampuan berbahasa (Faizah, 2008:157), supaya bahasa
tersebut dapat berkembang dan bertahan. Selaku penutur bahasa, hendaknya akrab
atau menggauli bahasa asalnya, sehingga bahasa tetap ada dan tidak tergeser.
Jangan pernah merasa malu untuk mengakrabkan bahasa daerah sendiri
C.
PENUTUP
KESIMPULAN
Indonesia merupakan
salah satu negera yang kaya akan keberagaman kebudayaan dan bahasa. Sebagai
identitas suatu suku bangsa, bangsa Indonesia menggunakan bahasa ibu dengan
berbagai ragam bahasa, logat dan dialek masing-masing daerah. Bahasa daerah di Indonesia hidup
berdampingan dengan bahasa Indonesia dan bahasa asing. Artinya, antara satu
bahasa dengan bahasa yang lain terjalin kontak sosial dalam kontak sosial yang terjadi tidak terhindarkan
adanya saling mempengaruhi antar a berbagai macam bahasa yang terlibat kontak.
Pada masa arus
globalisasi saat ini bahasa nasional ataupun bahasa asing akan bertahan dan mempersempit ruang gerak
bahasa daerash yang berkeadaan semakin lemah. revitalisasi bahasa adalah upaya
untuk menghidupkan kembali suatu bahasa yang terancam punah. Memang, persoalan
mempertahankan bahasa daerah atau merevitalisasi bahasa daerah yang terancam
punah sangatlah kompleks, apalagi tuntutan modernisasi sangat tinggi. Namun,
apabila disikapi secara baik, maka bahasa daerah, bahasa nasional (Indonesia),
dan bahasa internasional (Inggris) menjadi 'tiga batu tungku' dalam
perkembangan peradaban bangsa, khususnya nusa kita tercinta. selain itu
perlunya upaya untuk menumbuhkanrasa cinta pada bahasa daerah pada generasi
muda. Disisi lain perlunya dukungan dan kerjasama antara pemerintah daerah dan
tingkat pendidikan untuk saling bekerjasama melakukan revitalisasi bahasa
daerah melalui berbagai program atau kegiatan untuk bersama-sama mempertahan
eksistensi bahasa daerah ditengah-tengah arus globalisasi yang semakin pesat.
DAFTAR PUSTAKA
Bbronda.(2009).diunduh
dari bbronda.blogspot.com,
pada hari Sabtu, 15 Mei 2013-10:09 WIB
Kemdikbud.(2010).
lamanbahasa/artikel.diunduh dari badanbahasa.kemdikbud.go.id, pada hari Sabtu,
15 Mei 2013-08:07
kompasiana.2012.bahasa
Indonesia dan bahasa daerah.diunduh dari bahasa.kompasiana, pada hari Sabtu, 15
Mei 2013-09:10 WIB
Meinarno,
Bambang, Riska. 2011. Manusia dalam
Kebudayaan dan Masyarakat. Jakarta: Salemba Humanika
Ozzi990ke.(2011).pergesaran
bahasa.diunduh dari ozzi99oke.blogspot.com, pada hari Kamis, 13 Mei 2013-16:04
Pustakabahasa(2009)diunduh dari Pustakabahasa.wordpress.com,
pada hari Rabu, 12 Mei 2013-18:09 WIB
Rahardi, Kunjana.
2006. Dimensi-dimensi Kebahasaan. Yogyakarta:
Erlangga.
Rosidi, Ajip (editor). 1999. Bahasa
Nusantara suatu Pemetaan Awal. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya
Solopos.(2012).bahasa
ibu revitalisasi bahasa ibu.diunduh www.solopos.com,
pada hari Kamis, 13 Mei 2013-16:08