Minggu, 29 September 2013

Tugas Makul Sosio-Antropologi Pendidikan



TRANSFORMASI BUDAYA MELALUI REVITALISASI BAHASA DAERAH
Novi Kurniawati
11110241030
Kebijakan Pendidikan- FIP UNY
Nopik07@yahoo.com
ABSTRAK
Transformasi budaya merupakan proses pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia, dalam proses transformasinya perlu adanya revitalisasi bahasa daerah mengingat mulai tergesernya bahasa daerah akibat dari adanya arus globalisasi yang semakin pesat menuntut kita untuk menguasai bahasa nasional (bahasa Indonesia) dan bahasa asing sabagai bahasa internasional.
Revitalisasi bahasa dimaknai sebagai upaya untuk menciptakan fungsi dan bentuk baru  terhadap suatu bahasa yang terancam punah. Bahasa daerah dikatakan sabagai jembatan antargenerasi dimana jika seseorang berbicara menggunakan bahasa daerah berarti ia menggunakan bahasa dari orang tua ataupun para leluhurnya  tanpa melepaskan diri dari tuntutan kebahasaan masa kini. Tak dapat dipungkiri jika seseorang lebih mudah mengenal kehidupan generasi-generasi sebelumnya dalam suatu suku bangsa jika ia dapat berbicara menggunakan bahasa daerah (bahasa warisan). bahasa daerah  menjadi kunci utama untuk memahami masa lalu, yang akan mengantar kita ke masa sekarang dan masa yang akan datang. Tetapi yang perlu digaris bawahi apakah kita sebagai generasi masa kini sanggup untuk mengantarkan bahasa daerah ke masa  depan? Hal itu adalah tugas dan tanggung jawab kita sebagai penutur (asli) agar mampu menjaga, mempelihara dan mempertahankan eksistensi bahasa daerah.
Kata Kunci: Transformasi budaya, Revitalisasi Bahasa, dan Bahasa Daerah
A.                PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negera yang kaya akan keberagaman kebudayaan dan perbedaan, hal ini didukung dengan kenyataan sosial yang dimiliki Indonesia yaitu budaya yang beranekaragam dengan banyaknya suku bangsa dengan kebudayaanya masing-masing merupakan kekayaan yang sangat berharga dalam pembentukan bangsa yang multikultural yang harus dipelihara, dipertahankan dan dilestarikan. Indonesia adalah negara yang heterogen, pluralis dan multidimensi dimana dilihat dari segi geografis, demografis, dan kultural menjadikan bangsa Indonesia adalah bangsa yang multietnis, multiras, multicultural dan adat, multi domisili, multi agama dam multi bahasa.(Teachingofhistory.blogspot.com.2011). Sebagai identitas suatu suku bangsa, bangsa Indonesia menggunakan bahasa ibu dengan berbagai ragam bahasa, logat dan dialek masing-masing daerah.
Dalam Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009, mendefenisikan bahwa bahasa daerah merupakan bahasa yang digunakan secara turun temurun oleh warga negara Indonesia di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahasa daerah merupakan salah satu pelestari budaya dan tiang-tiang penopang kebudayaan Indonesia, yang mana dalam bahasa terkandung nilai-nilai dan karakter kebudayaan dari suatu daerah. Dalam  konteks lokal, bahasa daerah menjadi sarana yang digunakan untuk melestarikan  kebudayaan di suatu daerah. Sedangkan dalam konteks ilmu dan peradaban, bahasa daerah merupakan kekayaan ilmu dan keberagaman peradaban yang harus dijaga, dipelihara dan dilestarikan.
Pada 2008 jumlah bahasa di dunia 6.912. Dari sejumlah itu, Indonesia menduduki peringkat kedua (741 bahasa) setelah Papua New Guinea (820 bahasa). Sebagian besar dari 741 bahasa itu adalah bahasa daerah dan yang paling banyak penuturnya adalah bahasa Jawa. Dalam Summer Institute of Linguistics 2006 disebutkan tentang peringkat bahasa dengan jumlah penutur terbanyak di Indonesia. Peringkat tersebut menunjukkan bahasa Jawa 75,6 juta penutur, bahasa Sunda 27 juta penutur, bahasa Indonesia 17,1 juta penutur (140 juta penutur sebagai bahasa kedua), bahasa Madura 13,7 juta penutur, bahasa Minangkabau 6,5 juta penutur, bahasa Batak 6,2 juta penutur, bahasa Bali 3,8 juta penutur, bahasa Bugis kurang dari 4 juta penutur, bahasa Aceh 3 juta penutur, bahasa Betawi/Kreol 2,7 juta penutur, bahasa Sasak 2,1 juta penutur, bahasa Makassar 2 juta penutur, bahasa Lampung kurang dari 1,5 juta penutur dan bahasa Rejang kurang dari 1 juta penutur. Bahasa Jawa memang paling banyak penuturnya karena masyarakat Indonesia kebanyakan suku Jawa. Bahkan, di Suriname, bahasa Jawa masih tetap digunakan. (www.solopos.com, 2012)
Untuk mempertahankan eksistensi bahasa daerah perlu adanya Revitalisasi bahasa. Revitalisasi bahasa sendiri dimaknai sebagai upaya menciptakan bentuk dan fungsi baru tertentu terhadap suatu bahasa yang terancam punah. Hal ini bertujuan agar penggunaan bahasa tersebut meningkat, bahkan pengguna bahasa pun bertambah. Revitalisasi bahasa meliputi, tidak hanya upaya memperluas sistem linguistik dari suatu bahasa minoritas, tapi juga menciptakan ranah baru dalam penggunaannya oleh tipe penutur yang baru pula karena, menurut banyak ahli, hilangnya ratusan bahkan ribuan bahasa merupakan suatu bencana intelektual (King, 2001:5–9).
Dari latar belakang diatas, dapat diperoleh rumusan masalah antara lain: bagaimana eksistensi bahasa daerah ditengah-tengah arus globalisasi yang semakin pesat? Apa saja faktor yang menghambat perkembangan bahasa daerah di Indonesia? Apa saja yang harus dilakukan untuk mempertahankan/revitalisasi bahasa daerah?
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diperoleh tujuan sebagai berikut : untuk mengetahui eksistensi bahasa daerah ditengah-tengah arus globalisasi yang semkin pesat, untuk mengetahui faktor yang menghambat perkembangan bahasa daerah di Indonesia, untuk mengetahui upaya-upaya untuk mempertahankan bahasa/revitalisasi bahasa daerah di Indonesia.


B.            PEMBAHASAN

Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang ada pada semua lapisan masyarakat diseluruh dunia. Bahasa mengambil peranan  yang sangat penting karena fungsinya sebagai alat komunikasi.. Sebagai produk budaya, bahasa dituntut untuk selalu dinamis sesuai dengan perkembangan kebudayaan yang ada pada masyarakat. Bangsa Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku dan etnis. Di setiap kelompok etnis memilki bahasa yang berbeda-beda yang digunakan sebagai alat komunikasi . bahasa memegang peranan yang cukup penting, dengan bahasa dapat terjalin interaksi dalam masyarakat ataupun kelompok walaupun terdiri dari beberapa etnis yang berbeda-beda. Perencanaan bahasa daerah tidak bisa dipisahkan dari pengolahan bahasa nasional, karena politik bahasa nasional dijadikan sumber dasar pengarahan bagi pengelolaan bahasa daerah.
Dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 dikatakan: “bahasa daerah merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup; bahasa daerah adalah salah satu unsur kebudayaan nasional yang dilindung negara”. Untuk mempertahankan eksistensi diperlukan berbagai upaya untuk mentransformasikan bahasa daerah dalam kehidupan bermasyarakat. Perlu adanya transformasi budaya melalui revitalisasi bahasa dengan cara melestarikan, menjaga bahasa daerah.
Dalam era Globalisasi keberadaan bahasa daerah menghadapi situasi yang mengkhawatirkan. Bahasa daerah mulai ditinggalkan penuturnya dalam pergaulan atau kegiatan antarmanusia karena dominannya bahasa asing yang menguasai berbagai bidang. Keadaan itu banyak dirasakan oleh pengguna bahasa daerah yang, antara lain, menyadari bahwa bahasa daerahnya kehilangan otoritas publiknya dan menjadi teks yang terkesan eksklusif.  (badanbahasa.kemdikbud.go.Id, 2010)
Dalam perkembangannya bahasa daerah mulai tergeser dengan bahasa persatuan/nasional “bahasa Indonesia “ dan bahasa asing sebagai bahasa internasional. Secara perlahan warga Indonesia yang lahir tahun 1950-an  lebih fasih menggunakan bahasa Indonesia, dan pemakaian  bahasa daerah pun semakin berkurang.  Sampai saat ini belum diketahui berapa banyak jumlah bahasa yang musnah/ mati karena memang penggunanya sudah tidak ada lagi atau memang terpinggirkan oleh bahasa resmi negara ” bahasa indonesia” atau bahasa asing.
Data UNESCO memaparkan terdapat 12 bahasa daerah di Indonesia yang telah punah yakni Hukumina, Kayeli, Liliali, Mapia, Moksela, Naka’ela, Nila, Palumata, Piru, Tandia, Te’un, Tobada’. Jumlah ini diyakini lebih sedikit dari yang sebenarnya karena ada banyak bahasa daerah yang tidak terdokumentasikan. Di samping bahasa-bahasa daerah yang sudah punah, tak kurang ada 47 bahasa daerah di Indonesia yang terancam punah dengan jumlah penutur hanya tersisa 1-100 orang. Bahasa Ibu yang merupakan bahasa lokal Maluku Utara hanya menyisakan 10 penutur di tahun 1997 dan kini patut diduga sudah punah. Sementara Bahasa Longiku (Kalimantan) diketahui hanya memiliki 4 penutur di tahun 2000, Bahasa Lom (Sumatera) menyisakan 10 orang penutur pada tahun 2000. Di Sulawesi bahasa Budong-Budong hanya tinggal dituturkan oleh 50 orang. Sementara bahasa Nusa Laut pada tahun 1987 penuturnya tinggal berjumlah 10 orang. Di Papua Bahasa Mansim atau Borai menyisakan 5 penutur di tahun 2007.  Bahasa Dusner diketahui hanya memiliki penutur berjumlah 20 orang di tahun 2000.(bahasa.kompasiana.com, 2011)
Berdasarkan data diatas 47 bahasa daerah di Indonesia terancam mengalami kepunahan, hal ini disebabkan karena bebrapa faktor salah satunya adalah pengaruh globalisasi. Memang bukan hanya di Indonesia saja yang mengalami kehilangan bahasa daerah  hal serupa juga dialami oleh bangsa-bangsa lain, tapi di Indonesia dari setiap bahasa yang punah bukan hanya akan kehilangan suara indahnya namun Indonesia akan mengalami kehilangan dan kerugian yang sangat besar karena suara-suara itu turut membawa musnah segala warisan budaya, nilai-nilai moral, kemanusian  dan ilmu pengetahuan. Hilangnya bahasa daerah tak hanya akan membuat Indonesia kehilangan cerita tentang asal-usulnya namun juga akan membuat manusia selaku penutur asli kehilangan jati dirinya.
FAKTOR YANG MENYEBABKAN PUNAHNYA BAHASA DAERAH
Teori evolusi mengenai seleksi alam yang akan menimpa makhluk hidup, kini mungkin terjadi pula pada bahasa. Terlepas dari kontroversi teori yang dikemukakan Charles Darwin (12 Februari 1809-19 April 1882) itu, sejumlah bahasa di dunia terancam punah. Kekhawatiran itu sudah menyeruak dengan mulai berkurang bahkan hilangnya penutur beberapa bahasa ibu atau bahasa daerah. (pustakabahasa.wordpress.com/2009). Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan punahnya bahasa daerah, yaitu:
a.              Salah satu penyebab punahnya bahasa daerah di Indonesia, ternyata adalah bahasa nasional “ bahasa Indonesia” itu sendiri, bahasa persatuan yang didengungkan pada Sumpah Pemuda tahun 1928 secara tidak langsung menjadi ancaman serius bagi perkembangan bahasa daerah karena penutur bahasa daerah menjadi engagan untuk mengajarkan bahasa daerah kepada keturunannya
b.             Kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang benar-benar terampil dalam berbahasa  dan mau berdedikasi tinggi dalam bahasa daerah, serta adanya pergesaran nilai-nilai budaya di masyarakat sehingga menyebabkam kurang/tidak memiliki kebanggaan untuk mencintai bahasa daerahnya sendiri.
c.              Para orang tua enggan mengajarkan bahasa ibu kepada anak. Melainkan para orang tua saat ini lebih terbiasa berkomunikasi dengan anak- anaknya menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi, seharusnya para orang tua mengajarkan bahasa daerah kepada anak- anak mereka agar nantinya bahasa daerah yang mereka miliki dari orang tua atau para leluhurnya tidak punah. Di era globalisasi seperti sekarang ini bisa dilihat fenomena di masyarakat Indonesia dimana penggunaan bahasa daerah semakin berkurang dan tergantikan oleh bahasa Indonesia dan bahasa asing.
d.             Lemahnya dokumentasi bahasa dan karya sastra bahasa, menjadi salah satu yang memicu pudarnya penggunaan dan pengenalan bahasa ke generasi-generasi berikutnya. Tanpa masyarakat sadari, kepedulian mereka untuk melestarikan bahasa daerah sangatlah rendah karena bahasa daerah  sering dianggap tidak penting dalam kegiatan komunikasi, politik, maupun pendidikan. Lingkungan juga akan berpengaruh, karena dimana kita bersosialisasi dengan orang, kita hanya menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi tidak menggunakan bahasa daerah.
e.              Urbanisasi juga menjadi masalah yang terkait dengan usaha pelestarian bahasa daerah. Dimana sesorang melakukan perpindahan penduduk dari desa kekota. Tidak bisa dipungkiri wilayah perkotaan memiliki hubungan-hubungan sosial yang semakin kompleks. Semua kemajemukan ada di kota. Karena itu, untuk mempertahankan bahasa daerah sebagai bahasa pertama di kota akan menemui kesulitan yang luar biasa.
f.              Praktek kolonialisme dan serbuan bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris, bahasa korea ataupun bahasa mandaring yang semakin ngtrend. Penggunaan bahasa Inggris sekarang ini sudah menjadi semacam trend di kalangan penduduk Indonesia, khususnya pada generasi muda. Kebanyakan orang tua lebih senang mengajarkan anak-anak mereka Bahasa Inggris dari pada Bahasa Daerahnya.
g.             Anggapan jika Bahasa Daerah itu kuno, Berkurangnya penutur bahasa daerah di Indonesia juga tidak lepas dari stigma yang melekat kepadanya. Banyak yang menganggap bahasa daerah itu kuno, bahasa yang hanya dipakai oleh orang miskin dan tidak berpendidikan dan sesuatu yang menjadi halangan untuk berhasil dalam hidup.
REVITALISASI BAHASA DAERAH
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang berdaya. Jadi, pengertian revitalisasi ini secara umum adalah usaha- usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali. Berbicara tentang revitalisasi bahasa tidak lepas dari konteks konsep/pembicaraan kekhawatiran tentang pergeseran bahasa(language change), peralihan bahasa (language shift), dan kematian bahasa (language death). (mevurutoo.blogspot.com, 2013)
a.                   Pergeseran bahasa(language change)
Pergeseran bahasa, didefinisikan oleh Weinreich (1953: 68) sebagai penggantian suatu bahasa oleh bahasa lain secara berangsur-angsur, karena akibat dari kontak bahasa dalam situasi imigrasi. Salah satu Pendorong pergeseran bahasa adalah kedwibahasaan masyarakat. Namun bukanlah satu-satunya kondisi bagi pergeseran. Hampir kasus pergeseran bahasa terjadi melalui alih generasi, jarang terjadi sejumlah besar individu dalam suatu masyarakat menanggalkan bahasa & mengganti dengan bahasa lain dalam kurun hidupnya. Beberapa faktor pendorong lain adalah 1) Migrasi, pertama kelompok-kelompok kecil bermigrasi ke daerah atau negara lain yang tentu saja menyebabkan bahasa mereka tidak berfungsi di daerah baru. Kedua, gelombang besar penutur bahasa berimigrasi membanjiri sebuah wilayah kecil dengan sedikit penduduk, menyebabkan penduduk setempat terpecah bahasanya tergeser. 2) Ekonomi, salah satu faktornya adalah industrialisasi. Kemajuan ekonomi kadang-kadang mengangkat posisi sebuah bahasa menjadi bahasa yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. 3) Sekolah, karena sekolah biasa mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak, kemudian menjadi dwibahasawan. Padahal kedwibahasaan mengandung resiko bergesernya salah satu bahasa. (ozzi99oke.blogspot.com/2011)
b.                  Peralihan bahasa (Languange shift)
Peralihan bahasa pada tahap individu terjadi disebabkan apabila seseorang menetap atau berhijrah ke suatu daerah. seseorang harus menyesuaikan dengan menguasai bahasa yang  dominan di daerah tersebut agar mampu berinteraksi baik dengan masyarakat sekitar. Jika individu tersebut tidak menuturkan bahasa asalnya dalam jangka waktu yang lama, dan akhirnya dapat menyebabkan kemusnahan bahasa asalnya.

c.                   Kematian bahasa (language death)
Kematian bahasa daerah terjadi jika bahasa tersebut sudah tidak ada lagi penuturnya. Ini bisa karena penuturnya sudah mati semua, atau mungkin karena terjadinya bencana alam disuatu daerah, atau secara alamiah penutur terakhir mati.  Kematian sebuah bahasa tidak terjadi begitu saja, namun melalui proses yang cukup lama. Sebelum sebuah bahasa berangsur-angsur punah/musnah, terdapat proses pergeseran bahasa yang penyebabnya adalah berubahnya fungsi bahasa di suatu daerah yang diambil alih oleh bahasa lain, hal ini terjadi biasanya terhadap bahasa minoritas terhadap bahasa mayoritas, dimana bahasa mayoritas mengambil alih fungsi bahasa minoritas, sehingga hal ini tidak dapat terelakkan adalah terjadinya perpindahan bahasa yang berakhir pada kepunahan/kemusnahan bahasa.
UPAYA UNTUK MEMPERTAHANKAN BAHASA DAERAH
Bahasa-bahasa daerah semakin merosot peran dan fungsinya. Bahasa daerah cenderung menghilang eksistensinya, sementara itu, keberadaan bahasa inggris dan bahasa asing lainnya, menjadi semakin kuat perannya seiring perkembangan arus globalisasi. Bahasa Indonesia kini juga berkembang semakin pesat, dimana bahasa Indonesia saat ini mulai digemari oleh masyarakat dari negara tetangga. Yang menjadi permasalahan adalah bagaiman upaya yang harus dilakukan untuk mempertahankan bahasa daerah.(R. Kunjana Rahardi, 2006:150)
Secara umum dikatakan bahwa upaya untuk melestarikan dan mengembangkan bahasa daerah didorong oleh kesadaran masyarakat di daerahnya masing-masing untuk mempertahankan, melestarikan, dan mengembangkan bahasa daerahnya. Usaha tersebut dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Berikut adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mempertahankan bahasa daerah agar mampu berdampingan dengan bahasa nasionala maupun bahasa asing, yakni:
Ø    Kebijakan dari pemerintah mengenai revitalisasi bahasa
Sebagai penganut kebhinekaan akhirnya pemerintah Indonesia memahami perbedaan. Dibuktikan dengan UUD 1945 dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia yang tentunya dengan target penggunanya. Berbagai upaya dilakukan pemerintah, disatu sisi pemerintah Indonesia ingin mencoba untuk melestarikan dan mempertahankan identitas local dan disisi lain pemerintah mencoba untuk mengakomodir globalisasi. Sebagaimana orang tua mengajarkan dwi bahasa pada anak-anaknya saat ini. Hal ini diharapkan agar anaknya dapat berkompetisi dengan persaingan, khususnya diluar negeri, dengan catatan tidak meninggalkan identitas nasionalisme bangsanya.
Dalam Undang-undang tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, pasal 42, ayat (1) dinyatakan bahwa “ pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia”.
Perlu adanya peraturan daerah (perda) yang mengatur keberadaan, kelestarian, serta pengembangan bahasa daerah tidak selalu berbanding lurus dengan upaya pelestarian dan pengembangan bahasa daerah.  Pada tataran kebijakan makro, sudah terbit tiga peraturan daerah (Perda), yaitu (1) Perda Nomor 5 Tahun 2003 tentang pemeliharaan bahasa, sastra dan aksara daerah, (2) Perda Nomor 6 Tahun 2003 tentang pemeliharaan kesenian, dan (3) Perda Nomor 7 Tahun 2003 tentang pengelolaan kepurbakalaan, kesejarahan, nilai tradisional dan museum. Contoh mengenai usaha pelestarian dan pengembangan bahasa daerah oleh masyarakat tampak di D.I. Yogyakarta. Di Kotamadya Yogyakarta telah mencapai kesepakatan antar berbagai instansi untuk memasyarakatkan penggunaan huruf jawa di kotamadya Yogyakarta. Yang Nampak menonjol dari hasil tersebut  kesepakatan itu adalah penulisan nama jalan dengan menggunakan dua macam huruf : huruf latin ditulis diatas dan huruf  jawa ditulis dibawahnya.(bbronda.blogspot.com, 2009).


Ø   Revitalisasi bahasa dalam bidang pendidikan
Revitalisasi bahasa dalam bidang pendidikan dengan cara menjadikan bahasa daerah sebagai mata pelajaran wajib di berbagai jenjang pendidikan, bukan semata-semata hanya mata pelajaran muatan lokal. membentuk jurusan atau jika memungkinkan perlu dibentuknya fakultas di perguruan tinggi yang khusus membidangi bahasa daerah. Sehingga lulusan-lulusan nantinya dari jurusan ini akan diterjunkan ke sekolah, media massa baik cetak maupun elektronik yang memiliki program atau jam tayang yang menggunakan bahasa daerah sebagai perantara dan tentunya diimbangi dengan insentif yang layak.
Sekolah juga harus berperan sebagai pusat budaya karena hampir pemerintah bekerja sama dengan masyarakat mendirikan pusat studi bahasa dan budaya daerah. Pusat ini penting untuk melakukan kajian-kajian yang interdisipliner seputar bahasa dan budaya daerah. Selain itu, pusat ini dapat melakukan pertemuan-pertemuan ilmiah, seperti konferensi, kongres, dan diskusi lainnya dan menghasilkan karya-karya untuk dipromosikan baik dalam negeri maupun luar negeri. Pemikiran para pakar bahasa dan budaya yang dihasilkan dapat dijadikan referensi bagi pemerintah dalam membuat kebijakan.
Ø    Menumbuhkan rasa cinta pada bahasa daerah
Rasa bangga terhadap identitas serta bahasa asal merupakan faktor penting yang dapat mempertahankan bahasa itu. Seseorang atau golongan yang kurang perduli terhadap identitas serta bahasa mereka dapat menyebabkan peralihan-kehilangan-kemusnahan bahasa. Untuk menunjukkan kebanggaan, kita harus memiliki kemampuan berbahasa (Faizah, 2008:157), supaya bahasa tersebut dapat berkembang dan bertahan. Selaku penutur bahasa, hendaknya akrab atau menggauli bahasa asalnya, sehingga bahasa tetap ada dan tidak tergeser. Jangan pernah merasa malu untuk mengakrabkan bahasa daerah sendiri


C.                PENUTUP
KESIMPULAN
Indonesia merupakan salah satu negera yang kaya akan keberagaman kebudayaan dan bahasa. Sebagai identitas suatu suku bangsa, bangsa Indonesia menggunakan bahasa ibu dengan berbagai ragam bahasa, logat dan dialek masing-masing daerah. Bahasa daerah di Indonesia hidup berdampingan dengan bahasa Indonesia dan bahasa asing. Artinya, antara satu bahasa dengan bahasa yang lain terjalin kontak sosial  dalam kontak sosial yang terjadi tidak terhindarkan adanya saling mempengaruhi antar a berbagai macam bahasa yang terlibat kontak.
Pada masa arus globalisasi saat ini bahasa nasional ataupun bahasa asing  akan bertahan dan mempersempit ruang gerak bahasa daerash yang berkeadaan semakin lemah. revitalisasi bahasa adalah upaya untuk menghidupkan kembali suatu bahasa yang terancam punah. Memang, persoalan mempertahankan bahasa daerah atau merevitalisasi bahasa daerah yang terancam punah sangatlah kompleks, apalagi tuntutan modernisasi sangat tinggi. Namun, apabila disikapi secara baik, maka bahasa daerah, bahasa nasional (Indonesia), dan bahasa internasional (Inggris) menjadi 'tiga batu tungku' dalam perkembangan peradaban bangsa, khususnya nusa kita tercinta. selain itu perlunya upaya untuk menumbuhkanrasa cinta pada bahasa daerah pada generasi muda. Disisi lain perlunya dukungan dan kerjasama antara pemerintah daerah dan tingkat pendidikan untuk saling bekerjasama melakukan revitalisasi bahasa daerah melalui berbagai program atau kegiatan untuk bersama-sama mempertahan eksistensi bahasa daerah ditengah-tengah arus globalisasi yang semakin pesat.



DAFTAR PUSTAKA
Bbronda.(2009).diunduh dari bbronda.blogspot.com, pada hari Sabtu, 15 Mei 2013-10:09 WIB
Kemdikbud.(2010). lamanbahasa/artikel.diunduh dari badanbahasa.kemdikbud.go.id, pada hari Sabtu, 15 Mei 2013-08:07
kompasiana.2012.bahasa Indonesia dan bahasa daerah.diunduh dari bahasa.kompasiana, pada hari Sabtu, 15 Mei 2013-09:10 WIB
Meinarno, Bambang, Riska. 2011. Manusia dalam Kebudayaan dan Masyarakat. Jakarta: Salemba Humanika
Ozzi990ke.(2011).pergesaran bahasa.diunduh dari ozzi99oke.blogspot.com, pada hari Kamis, 13 Mei 2013-16:04
Pustakabahasa(2009)diunduh dari Pustakabahasa.wordpress.com, pada hari Rabu, 12 Mei 2013-18:09 WIB
Rahardi, Kunjana. 2006. Dimensi-dimensi Kebahasaan. Yogyakarta: Erlangga.
Rosidi, Ajip (editor). 1999. Bahasa Nusantara suatu Pemetaan Awal. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya
Solopos.(2012).bahasa ibu revitalisasi bahasa ibu.diunduh www.solopos.com, pada hari Kamis, 13 Mei 2013-16:08

Rabu, 06 Februari 2013

laporan Gir Pasang


LAPORAN PENELITIAN RAPID RURAL APPRAISAL (RRA)
DUSUN GIR PASANG KEMALANG KLATEN JAWA TENGAH
Ditulis guna memenuhi tugas mata kuliah Dasar-dasar Penelitian Kebijakan
Dosen Pengampu Dr. Mami Hajaroh ,M.Pd


Disusun Oleh :
  1. Rini Widyawati 11110241014
  2. Pipit Eri Winarni 11110241024
  3. Dewi Purwanti 11110241029
  4. Novi Kurniawati 11110241030
  5. Ismi Widayati 11110241032

PRODI KEBIJAKAN PENDIDIKAN / A
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
  1. JUDUL
Keadaan masyarakat Ger pasang Tegalmulyo Kemalang Klaten Jawa Tengah
  1. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara terluas di dunia, Indonesia memilki kawasan daerah yang cukup luas baik daratan maupun lautannya. Keadaan geograffis Indonesia sangat beragam, dari keberagaman keadaan geografis itulah yang membuat keberagaman budaya serta penduduknya. Berbagai macam ras ada di Indonesia, seperti ras melayu, ras chinese, ras negroid,dsb.
Penduduk Indonesia sangat beragam, cara mereka hidup pun berbeda-beda tergantung tempat tinggal, budaya, serta keadaan geografisnya. Penduduk Indonesia memilki kategori. Kategori atas, menengah, dan ke bawah. Dari keberagaman penduduk Indonesia itulah menjadi alasan untuk melakukan penelitian RRA (Rapid Rural Appraisal) di daerah yang cukup terpencil. Daerah yang diteliti banyak ditemui di sekitar kita. Daerah tersebut adalah dusun Ger pasang, Tegalmulyo, Kemalang, Klaten. Yang berada di provinsi Jawa Tengah.
Ger pasang sendiri berasal dari kata Gligir dan Pasang, Gligir yang berarti pinggir jurang sedangkan pasang berarti sepasang jadi Ger pasang merupakan dusun yang berada dipinggir dan diapit dua jurang. Dusun Ger pasang ini seluas 3 hektare di ujung Desa Tegalmulyo Kecamatan Kemalang kabupaten Klaten itu hanya berdiri tujuh rumah beranyam bambu dan berpagar tebing curam. Semua rumahnya berlantai tanah. Penduduknya tak lebih 32 jiwa dari sepuluh kepala keluarga. Satu-satunya akses menuju ke sana ialah jalan setapak menuruni jurang curam ke perut bumi. Setelah tiba di dasar jurang, maka kembali lagi mendaki berkelok-kelok hingga seribuan ayunan kaki lagi. Warga Ger Pasang barangkali telah lama belajar hidup dari alam yang meluas. Sebab meski satu-satunya sumber mata air di perut bumi di dusunnya tak pernah keluar, namun mereka tak henti meniti sumber mata air di pintu langit. Warga Ger Pasang juga belajar dari musim kemarau yang panjang. Mereka bercocok tanam palawija, sama seperti petani lainnya yang tinggal di balik bukit seberang.
Ger Pasang memang seperti sebuah dusun yang terdampar begitu saja di lereng Merapi. Namun warga di sana, sama sekali tak menyimpan kecemburuan sedikit pun atas nasib warga lainnya yang memiliki segala akses kehidupan seperti di kota-kota besar lainnya. Mereka tak pernah menuntut berlebih kepada pemerintahnya, meski mereka tercatat sebagai warga negara yang taat membayar pajak. Mereka sadar betapa kehidupan ini diciptakan sudah sedemikian proporsionalnya.

  1. RUMUSAN MASALAH
Perumsan masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah:
  1. Bagaimanakah kehidupan masyarakat Ger Pasang dari segi sosial?
  2. Bagaimanakah kehidupan masyarakat Ger Pasang dari segi agama?
  3. Bagaimanakah kehidupan masyarakat Ger Pasang dari segi ekonomi?
  4. Bagaimanakah kehidupan masyarakat Ger Pasang dari segi pendidikan?
  5. Bagaimanakah kehidupan masyarakat Ger Pasang dari segi kesehatan?
  6. Bagaimanakah kehidupan masyarakat Ger Pasang dari segi budaya?


  1. TUJUAN
Tujuan adanya penenelitian Rapid Rural Apriced (RRA) di Dusun Ger Pasang adalah:
  1. Mengetahui kehidupan masyarakat Ger Pasang dari segi sosial.
  2. Mengetahui kehidupan masyarakat Ger Pasang dari segi religi (agama).
  3. Mengetahui kehidupan masyarakat Ger Pasang dari segi ekonomi.
  4. Mengetahui kehidupan masyarakat Ger Pasang dari segi pendidikan.
  5. Mengetahui kehidupan masyarakat Ger Pasang dari segi kesehatan.
  6. Mengetahui kehidupan masyarakat Ger Pasang dari segi budaya.

  1. MANFAAT
Manfaat dari penelitian Rapid Rural Apriced (RRA) ini adalah:
  1. Mengetahui kondisi masyarakat Ger Pasang dari berbagai aspek kehidupan.
  2. Mengetahui partisipasi pemerintah dalam menangani daerah Ger Pasang, Tegalmulyo, Kemalang, Klaten.
  3. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai kebutuhan masyarakat Ger Pasang.
  4. Memberikan pengalaman akan penelitian RRA (Rapid rural Appraisal).

  1. LOKASI
Lokasi Penelitian RRA (Rapid Rural Appraisal) berada di dusun Ger pasang yang berada di kelurahan Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, dan provinsi Jawa Tengah. Daerah ini berada di sebelah timur taman wisata Ndeles Indah. Daerah ini berada di perbukitan Lereng Merapi.

  1. SUBYEK PENELITIAN
Subyek penelitian RRA (Rapid Rural Appraisal) adalah masyarakat dusun Gerpasang, Tegalmulyo, Kemalang, Klaten.

  1. JENIS DATA
Jenis data yang disajikan berupa data deskriptif, yaitu memberikan gambaran mengenai kondisi atau keadaan masyarakat Ger Pasang, Tegalmulyo, Kemalang, Klaten.


  1. ALAT PENGUMPULAN DATA
Alat atau metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengadakan interview dan sharing dengan masyarakat Ger Pasang. Kami menyediakan berbagai pertanyaan sebagai bahan interview.

  1. INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah:
  1. Buku
  2. Bolpoin
  3. Kamera digital

  1. DATA YANG DIPEROLEH
  1. Keadaan masyarakat Ger Pasang dari segi sosial
Meskipun tebing memisahkan Dusun Ger Pasang dengan dusun-dusun disebelahnya, namun hal ini tidak menjadi penghambat bagi masyarakat Ger Pasang untuk bersosialisasi. Kegiatan yang dilakukan misalnya pertemuan bapak-bapak, pertemuan pemuda, arisan-arisan rutin dan kegiatan sosial yang berbasis kesehatan seperti posyandu. Kegiatan ini biasanya dilakukan dalam lingkup padukuhan yang terdiri atas tiga dusun yakni Dusun Ger Pasang, Dusun Gertengah dan Dusun Gedong Ijo. Hal ini dilakukan mengingat bahwa jumlah penduduk setiap dusun tidaklah banyak. Untuk kegiatan semacam itu terkadang tempatnya bergiliran, misalnya kegiatan pertemuan bulan ini dilaksanakan di Dusun Ger Pasang, kemudian bulan depan di Dusun Gertengah dan bulan berikutnya di Dusun Gedong Ijo. Namun lebih sering dilakukan di Gedong ijo karena tiga Dusun terpencil ini tergabung dalam satu padukuhan, yakni padukuhan Gedong Ijo.
Dalam hal komunikasi, dusun Ger Pasang tidak begitu tertinggal. Sebagai contoh, salah satu warga dusun ini (Mbah Padmo) memiliki HT yang bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan orang-orang di luar sana dan untuk memantau aktivitas gunung merapi. Di dusun Ger Pasang tidak memilki fasilitas umum berupa pemakaman sehingga, untuk pemakaman warga harus menempuh jalan berliku untuk mencapai pemakaman di dusun Jamuran( dusun sebelah barat Ger Pasang).
  1. Keadaan masyarakat Ger Pasang dari segi religi (agama)
Mayoritas masyarakat Ger Pasang adalah beragama Islam, namun masih Islam Kejawen (kental dengan tradisi Jawa). Dalam melakukan kegiatan beragamanya masih melibatkan tradisi jawa atau tradisi nenek moyang, seperti kenduri, apeman (merti deso) dan lain-lain. Sedangkan untuk pengadaan masjidnya sendiri belum ada. Dalam melaksanakan kegiatan keagamaan seperti Shalat Tarawih , mereka harus pergi ke desa sebelah tepatnya di Desa Jamuran yang terletak di barat Desa Ger Pasang dan untuk menuju desa tersebut mereka harus naik turun bukit dengan menggunakan alat penerang yaitu berupa senter. Dan untuk Shalat Id, mereka harus pergi ke Dukuh Glindingan.
  1. Keadaan masyarakat Ger Pasang dari segi ekonomi
Tingkat perekonomian masyarakat Ger Pasang bisa dikatakan masih di bawah rata-rata. Sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Mereka memanfaatkan lahan kecil di sekitar rumahnya dengan menanami berbagai macam tanaman, misalnya tanaman jagung, terong, tomat dan tanama-tanaman lain yang tidak memerlukan pengairan terlalu banyak karena pengairan di daerah ini sangat sulit. Hasil panen dijual ke pasar terdekat yakni Pasar Gondang yang berjarak sekitar 6 km dari pemukiman mereka. Mereka naik turun tebing dengan membawa barang dagangannya yang akan dijual. Ketika mereka akan menjual dagangannya mereka akan menginap dipasar, karena biasanya mereka berangkat pada sabtu siang dan pulang ketika hari minggu, selain itu ketika ada salah satu penduduk yang hari itu akan menjual hasil panennya, tak jarang beberapa tetangga yang memesan untuk membelikan kebutuhan sehari-hari mengingat tak ada satupun warung yang berada di dusun Ger Pasang.
Kegiatan lain yang menunjang tingkat perekonomian masyarakat Ger Pasang adalah berternak dan membuat arang. Mayoritas dari warga Ger Pasang adalah berternak sapi dan kambing. Sementara untuk pembuatan arang mereka membakar batang pohon akasia yang ada disekeliling rumah mereka. Untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga biasanya mereka belanja untuk keperluan satu bulan dan apabila kebutuhan sudah habis dan belum sempat berbelanja, mereka hanya makan apa adanya saja.
Di dusun Ger Pasang ini jarang anak-anak disekolahkan sampai pada jenjang pendidikan atas, kebanyakan mereka hanya sampai pada jenjang sekolah dasar ataupun menengah saja. Hal ini dikarenakan minimnya biaya untuk membiayai sekolah. Anak-anak yang berpendidikan hanya sampai pada sekolah dasar, biasanya setelah lulus mereka hanya membantu kegiatan orang tuanya untuk mencari tambahan uang. Entah itu dengan bertani ataupun menbantu membuat arang.
  1. Keadaan masyarakat Ger Pasang dari segi pendidikan
Desa Ger pasang merupakan gambaran salah satu desa diantara ratusan desa lainnya di Indonesia yang masih begitu terisolasi tidak hanya dalam letak wilayah namun juga dalam hal pendidikan ditengah berbagai kemajuan, kemudahan dan kencanggihan dalam hal memperoleh pendidikan yang sedang dicanangkan dan dilaksanakan oleh pemerintah.
Kondisi pendidikan di dusun Ger pasang sampai saat ini sangat memprihatinkan, sampai saat ini masih ada beberapa warga yang buta huruf . Belum lagi angka putus sekolah yang masih tinggi. Sebagian dari penduduk Ger Pasang rata-rata hanya luluan SD-SMP. Selain kesadaran pentingnya pendidikan yang masih kurang, masih banyak kendala lain untuk memajukan pendidikan di daerah terpencil seperti jalanan yang rusak, tidak adanya transportasi, hal itu menjadi faktor penyebab desa terpencil di Indonesia begitu sulit memperoleh pendidikan yang layak.
Saat ini didusun Ger Pasang hanya terdapat 5 siswa Sekolah Dasar (SD) dan 1 siswa sekolah Menengah Pertama (SMP) untuk mencapai sekolah mereka harus pergi ke desa sebelah, jarak antara satu desa dengan desa yang lain cukup jauh dan menyusuri jurang yang berliku-liku untuk menuju ke sekolah anak–anak harus berjalan kaki sekitar 8-9 km tanpa ada transportasi yang memadai. Tentunya hal itu bukanlah sesuatu yang mudah yang harus mereka lewati, namun meski demikian mereka yakin dengan kemauan yang keras, mereka yakin akan ada harapan dan semangat yang besar untuk mencapai cita-citanya.
  1. Keadaan masyarakat Ger Pasang dari segi kesehatan
Untuk aspek kesehatan di desa Ger Pasang termasuk dalam desa yang kurang medapatkan perhatian dari pemerintah dari segi kesehatan. Hal ini dikarenakan dalam satu padukuhan Gedong Ijo yang terdiri dari 3 desa yaitu desa Gedong Ijo itu sendiri, desa Gertengah dan Ger Pasang hanya ada 1 bidan yang berada di desa Gedong Ijo. Dalam hal pemenuhan kesehatan warga desa Ger Pasang harus menuju ke desa Gedong Ijo yang berada di balik bukit yang harus ditempuh dalam waktu kurang lebih satu sampai satu setengah jam. Apabila ada ibu-ibu dari Ger Pasang yang akan melahirkan, bisa memanggil bidan untuk membantu proses persalinan. Warga Ger Pasang sudah terbiasa tidak mengkonsumsi makanan instan dan menggunakan penyedap buatan, sehingga kondisi kesehatan mereka terjaga dengan baik. Kalaupun warga Ger Pasang menderita sakit, sakit yang diderita pun hanya sekedar masuk angin atau batuk pilek. Apabila ada warga desa yang sakit biasanya mereka hanya memanfaatkan obat-obatan tradisional atau jamu tradisional. Mereka baru berobat ke bidan atau dokter apabila penyakit yang diderita tak kunjung sembuh dengan pengobatan tradisional.

  1. Keadaan masyarakat Ger Pasang dari segi budaya
Budaya merupakan salah satu unsur kehidupan masyarakat yang tak pernah ketinggalan untuk dibicarakan. Kebudayaan yang masih ada sampai sekarang di dusun Ger Pasang ialah swadana “larasan janen-janen”. Larasan janen-Janen merupakan istilah lain dari kata “sholawatan”. Dari awal mula adanya dusun Ger Pasang, budaya sholawatan sudah ada, namun di dusun ger Pasang sendiri belum mempunyai peralatannnya. Karenanya, dusun ger Pasang merupakan salah satu desa, dan memiliki padukuhan yang mana, dalam satu pedukuhan terdapat 3 dusun termasuk Ger Pasang. Untuk melaksanakan kegiatan yang sekiranya besar, semua dilakukan di satu tempat.
Selain itu, kenduri/dzikiran merupakan kebudayaan yang selalu terjaga di dusun tersebut. Kenduri/ prosesi adat lainnya tetap masih ada. misalnya seperti adat apeman, untuk prosesi apeman tersebut memerlukan orang banyak, sehingga untuk prosesi adat yang agak besar, dijadikan satu.

  1. Peran pemerintah
Pemerintah setempat tidak kurangnya membantu daerah ini agar dapat terjangkau oleh fasilitas umum yang disediakan pemerintah. Pemerintah kabupaten tidak membedakan daerah ini dengan daerah lainnya. Fasilitas yang diberikan pemerintah antara lain, layanan kesehatan yang berada di dusun Gedong Ijo, layanan kemasyarakatan, sumber tenaga listrik dari tenaga surya, listrik, dll.
Pada dasarnya pelayanan untuk dusun Ger pasang seperti masyarakat pada umumnya, yang membedakan lokasi dusunnya, serta alat kendaraan untuk menjangkaunya.

  1. KESIMPULAN
Dusun Ger Pasang terletak di ujung Desa Tegalmulyo Kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten. Dusun seluas 3 hektare ini hanya berdiri tujuh rumah beranyam bambu dan berpagar tebing curam. Semua rumahnya berlantai tanah. Penduduknya tak lebih 32 jiwa dari sembilan keluarga.
  • Kehidupan Masyarakat Ger Pasang Dari Segi Sosial
Meskipun tebing memisahkan Dusun Ger Pasang dengan dusun-dusun disebelahnya, namun hal ini tidak menjadi penghambat bagi masyarakat Ger Pasang untuk bersosialisasi.
  • Kehidupan Masyarakat Ger Pasang Dari Segi Agama
Mayoritas masyarakat Ger Pasang adalah beragama Islam, namun masih Islam Kejawen (kental dengan tradisi Jawa)
  • Kehidupan Masyarakat Ger Pasang Dari Segi Ekonomi
Tingkat perekonomian masyarakat Ger Pasang bisa dikatakan masih di bawah rata-rata. Sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan peternak.
  • Kehidupan Masyarakat Ger Pasang Dari Segi Pendidikan
Kondisi pendidikan di dusun Ger pasang sampai saat ini sangat memprihatinkan, masih ada beberapa warga yang buta huruf . Belum lagi angka putus sekolah yang masih tinggi. Hal ini disebabkan karena jarak sekolah yang cukup jauh dan tida adanya akses transportasi yang memadai.
  • Kehidupan Masyarakat Ger Pasang Dari Segi Kesehatan
Untuk aspek kesehatan di dusun Ger Pasang termasuk dalam desa yang kurang medapatkan perhatian dari pemerintah dari segi kesehatan.
  • Kehidupan Masyarakat Ger Pasang Dari Segi Budaya
Untuk aspek budaya di desa Ger pasang masih sangat kental. Seperti acara kenduri, larasan janen-janen dan acara adat yang sudah turun temurun sampai saat ini masih dilakukan.
Ger Pasang memang seperti sebuah dusun yang berada di lereng Merapi. Namun warga di sana, sama sekali tak menyimpan kecemburuan sedikit pun atas nasib warga lainnya yang memiliki segala akses kehidupan seperti di kota-kota besar lainnya. Mereka tak pernah menuntut berlebih kepada pemerintahnya, meski mereka tercatat sebagai warga negara yang taat membayar pajak. Mereka sadar betapa kehidupan ini diciptakan sudah sedemikian proporsionalnya.
  1. REKOMENDASI
Rekomendasi untuk pemerintah ialah:
  1. Pengadaan fasilitas umum di dusun Ger Pasang, seperti pembangunan masjid, pembangunan MCK umum/ pribadi, pengolahan air bersih, perbaikan sumber listrik.
  2. Pemberian pelatihan untuk masyarakat setempat sebagai bentuk memajukan kesejahteraan masyarakat.
  3. Pengadaan lapangan pekerjaan untuk warga produktif.
  4. Pemberian beasiswa bagi anak usia sekolah sebagai usaha untuk memajukan kualitas sumber daya manusia.
  5. Mempermudah akses menuju dusun Ger pasang, seperti pengadaan jembatan.

  1. LAMPIRAN

Gambar No.1. jalan utama menuju dusun Ger pasang










Gambar No. 2. Seorang anak yang membawa kayu







Gambar No. 3. Nenek pencari rumput







Gambar No. 4. Keadaan rumah di dusun Ger pasang






Gambar No.5. Keluarga Mbah Padmo







Gambar No. 6. Peneliti dan obyek penelitian